Pembelajaran di Sekolah Perlu Lebih Sensitif terhadap Hak Kebebasan Beragama

- Sabtu, 18 Maret 2023 | 10:48 WIB
Peserta workshop Institut Leimena (Istimewa)
Peserta workshop Institut Leimena (Istimewa)

HALLOLIFESTYLE - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden RI Prof. Dr. Siti Ruhaini Dzuhayatin, menekankan pentingnya pembelajaran di sekolah yang mengedepankan sensitivitas terhadap hak kebebasan beragama dan supremasi hukum.

Disadari, tantangan untuk menjaga kemajemukan bangsa semakin kompleks terlebih dengan masifnya media sosial yang berpotensi sebagai sarana menyuburkan diskriminasi dan stigmatisasi.

Prof. Ruhaini menilai penting bagi guru untuk mewaspadai gejala intoleransi yang kadang dianggap lazim dalam kehidupan bermasyarakat.

Baca Juga: Siap Dirilis 21 Maret, Ini Bocoran Spesifikasi Oppo Find X6 Pro

Dokumen UNESCO berjudul “Tolerance: The Threshold of Peace”, menyatakan gejala atau perilaku intoleransi antara lain bahasa (penghinaan atau bahasa yang merendahkan, stereotip, menggoda/mengejek, prasangka, pengkambinghitaman (menyalahkan peristiwa traumatis atau masalah sosial pada kelompok tertentu), pengasingan (berperilaku seolah-olah orang lain tidak ada), diskriminasi, dan segregasi (pemisahan paksa orang-orang dari berbagai ras, agama, jenis kelamin, biasanya merugikan satu kelompok termasuk apartheid).

“Pemanfaatan di ruang publik harus sama antara agama dan keyakinan berbeda, gender berbeda, ras berbeda. Ini penting sekali kita sampaikan kepada anak-anak didik kita,” kata Prof. Ruhaini dalam lokakarya guru lintas agama mengenai Literasi Keagamaan Lintas Budaya (LKLB) yang diadakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bersama Institut Leimena di Semarang, Jawa Tengah, Jumat (17/3/2022).

Baca Juga: Jimin BTS Menawarkan Single Hip Hop Set Me Free

Dalam acara ini, Plt Direktur Jenderal HAM Kemenkumham Dr. Dhahana Putra juga menyampaikan sambutan lewat rekaman video. Peserta lokakarya LKLB terdiri dari guru beragama Islam dan Kristen, yaitu sebagian besar para guru madrasah di bawah Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah dan para guru dari Sekolah Kristen Tritunggal Semarang.

Prof. Ruhaini mengatakan upaya menumbuhkan sensitivitas bisa dimulai dengan mengembangkan kemampuan guru dalam LKLB. Ada tiga kompetensi LKLB, yaitu, pertama, mendorong seseorang memahami agamanya sendiri terutama dalam relasinya dengan orang yang berbeda agama (kompetensi pribadi).

Kedua, mengenal agama lain dan pandangan agama tersebut terhadap orang yang berbeda agama (kompetensi komparatif). Ketiga, mencari titik temu agar dapat berkolaborasi dengan orang yang berbeda agama (kompetensi kolaboratif).

Baca Juga: Billie Eilish Debut Akting Di Swarm Donald Glover

“Literasi Keagamaan Lintas Budaya adalah sesuatu yang mestinya diwajibkan di seluruh sekolah karena sifatnya sangat Indonesia dan menjadi modalitas kita sebagai bangsa yang beragam,” kata Prof. Ruhaini yang pernah menjabat Staf Khusus Presiden Joko Widodo Bidang Keagamaan Internasional.

Prof. Ruhaini menambahkan kebebasan beragama bukan berarti bebas seenaknya melainkan harus berpedoman kepada supremasi hukum. Itulah sebabnya, narasi-narasi LKLB juga dibutuhkan sebagai pintu masuk untuk menegakkan supremasi hukum.

“Misalnya, kita mengajar Matematika, jadikan LKLB sebagai _entry point_ seperti dalam soal cerita. Di kampung ada 10 orang pergi ke gereja, 25 orang pergi ke masjid, lalu sekian ke Pura, dan lainnya. Tujuannya agar anak-anak sensitif terhadap perbedaan dan melihatnya sebagai keniscayaan,” kata Ruhaini.

Halaman:

Editor: Kurniawan Siswoko

Tags

Artikel Terkait

Terkini

Kylian Mbappe Cetak 200 Gol Untuk Paris Saint Germain

Senin, 27 Februari 2023 | 16:10 WIB
X